Sejarah Singkat Kerajaan Gowa
ondepedia.org – Di Sulawesi Selatan, terkenal sebuah kerajaan bernama Kesultanan Gowa, atau yang kadang disebut Goa. Nama ini merupakan kerajaan besar yang paling sukses di Sulawesi Selatan.
Rakyat Kerajaan Gowa umumnya berasal dari suku-suku yang mendiami pesisir barat dan ujung selatan Sulawesi bagian Selatan. Kita sekarang mengenal Gowa sebagai bekas kerajaan Islam yang dijuluki Serambi Madinah di wilayah Timur Indonesia.
Raja Kerajaan Gowa yang paling terkenal tentu saja Sultan Hasanuddin. Dia terkenal karena kegigihannya dalam Perang Makassar melawan VOC yang berlangsung pada abad ke-17.
Awal Mula Kerajaan Gowa
Sejarah Kerajaan Gowa bermula dari sebelum Islam masuk. Dulunya kerajaan itu dibentuk dari 9 komunitas, yakni Sero, Kalili, Bissei, Saumata, Agangjene, Data, Parang-Parang, Lakiung, dan Tombolo. Sembilan komunitas itu, yang diberi nama Bate Salapang, kemudian dilebur jadi satu pemerintahan.
Gowa sendiri awalnya juga merujuk pada dua kerajaan berbeda, yakni Tallo dan Gowa. Sebelum era Islam, Kerajaan Gowa dipimpin Batara Gowa, sedangkan Kerajaan Tallo dipimpin oleh Karaeng Loe ri Sero. Keduanya lahir dari darah yang sama, dan dua-duanya merupakan keturunan Tonatangka Lopi yang dikenal sebagai Raja Gowa ke-6.
Kedua kerajaan itu diperkirakan sudah ada sejak abad ke-14M. Dalam sejarah dicatat bahwa Tallo dan Gawo selalu berperang, dalam rangka menguasai Sulawesi Selatan. Tapi akhirnya kedua kerajaan itu bisa disatukan di bawah Matanre Karaeng Tumparisi Kallonna. Sejak itu kerajaan Tallo bergabung dengan Gowa dalam satu pemerintahan.
Setelah kedua kerajaan bersatu, artinya Gowa memiliki dua sistem pemerintahan ganda. Meski begitu tetap ada pembatasan, dimana semua raja dinobatkan dari keturunan Gowa, sedangkan perdana menteri ditetapkan dari keturunan Tallo.
Nah, di masa itulah Kerajaan Gowa mencapai kejayaannya. Undang-undang dibentuk, kebijakan perang dibuat, serta perancangan sistem perpajakan yang digunakan untuk membiayai kebutuhan kerajaan.
Baca Juga : Ini Dia Tiga Merek Handphone China Terlaris
Masa Kedatangan Islam
Dijelaskan Ahmad M. Sewang dalam Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI sampai Abad XVII, para pedagang Muslim dari berbagai daerah di Nusantara, serta pedagang Eropa baru ramai mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di Sulawesi Selatan pada periode abad tersebut. Aktifitas dagang inilah yang mempengaruhi tumbuhnya Islam di Jawa dan Sumatera. Sehingga ketika Sulawesi mulai ramai dikunjungi, persebaran Islam di Gowa pun mulai meningkat.
Pengaruh Islam boleh dibilang terlambat masuk ke Sulawesi Selatan. Kegiatan perdagangan Islam di Sulawesi Selatan baru dimulai pada akhir abd ke-16 sampai awal mula abad ke-17, yang ditandai dengan ramainya pelabuhan-pelabuhan dengan kegiatan perdagangan. Sama seperti di Pulau Jawa dan Sumatera, Islam menyebar lewat perdagangan.
Setelah Islam Datang
Julukan Serambi Madinah mulai muncul ketika Kerajaan Gowa-Tallo dipimpin oleh raja I Mangari Daeng Manrabbia yang beragama Islam. Ia memiliki nama Islam dan dipanggil sebagai Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna. Di posisi Perdana Menteri I, duduk seorang bernama Mallingkaang Daeng Manyonri.
Dakwah Islam dimulai pada era Sultan Alauddin, walaupun jalan dakwahnya tidak selalu berjalan mulus. Di masa Sultan Alauddin, Kerajaan Wajo, Kerajaan Soppeng, dan Kerajaan Bone mengirim penolakan keras kepada Gowa-Tallo.
Peperangan kemudian terjadi antara Gowa-Tallo dengan ketiga kerajaan tersebut. Pada 1611, Kerajaan Bone akhirnya jadi kerajaan terakhir yang bisa ditaklukkan oleh Gowa-Tallo. Setelahnya seluruh kerajaan yang berada di bawah Gowa-Tallo bertransformasi menjadi kerajaan-kerajaan Islam.
Kerajaan Gowa Melawan Belanda
Pada 1653-1669, Kerajaan Gowa dipimpin oleh Sultan Hasanuddin. Nama lengkapnya I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla’pangkana.
Di masa Sultan Hasanuddin I inilah Kerajaan Gowa berkonflik dengan Belanda yang hadir dengan keinginan menguasai kerajaan di wilayah Indonesia Timur. Belanda, diwakili oleh VOC pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, pada 1666 berusaha menaklukkan kerajaan kecil di Sulawesi. Namun dia mesti berusaha keras ketika mau menaklukkan Kesultanan Gowa.
Sultan Hasanuddin waktu itu berusaha menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di bagian timur Indonesia untuk membantunya melawan Belanda. Itulah yang membuat Belanda kesulitan melawan Kerajaan Gowa. Kewalahan dengan perlawanan kesultanan Gowa-Tallo, VOC pun menggunakan politik adu domba.
Tujuannya tentu saja untuk memperlemah kekuasaan Sultan Hasanuddin. Belanda berhasil menerapkan taktik itu karena berhasil mempengaruhi Arung Palakka, seorang pangeran Bone yang ingin lepas dari pengaruh Gowa-Tallo.
Hasilnya pada 24 November 1966, VOC dibantu Arung Palakka bertempur melawan Sultan Hasanuddin. Dia akhirnya terdesak dan menandatangani Perjanjian Bungaya pada 18 November 1667.
Ketika akhirnya sang sultan sadar bahwa perjanjian itu merugikan, Sultan Hasanuddin melawan kembali. Kali ini tidak mudah bagi Kerajaan Gowa-Tallo. Sebab Belanda mendapat bantuan dari Batavia. Kombinasi keduanya berhasil membobol Benteng Sombaopu pada 12 Juni 1669.
Itulah tanggal dimana Sultan Hasanuddin turun dari tahta dan meninggal pada 12 Juni 1670. Sultan Hasanuddin kemudian digantikan oleh Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu, anaknya yang melanjutkan perlawanan lebih besar terhadap VOC.
Sayang sekali VOC memberikan perlawanan yang jauh lebih besar. Dan pada akhirnya Kerajaan Gowa berhasil dikuasai sepenuhnya.