Pedagang-Pedagang di Malioboro di Relokasi, Ke mana ?

Liburan ke Jogja belum lengkap rasanya kalau tidak menyempatkan singgah ke Malioboro apalagi letaknya tak jauh dari Stasiun Tugu Yogyakarta. Hingar bingar suara kendaraan, laju kereta, andong, musisi jalanan hingga para pedagang yang menjajakan dagangannya tumpah ruah di kawasan ini.

Malioboro dan Pedagang Kaki Lima (PKL) memang tidak bisa dipisahkan. Sejak dulu tempat wisata yang terletak di sebelah utara Alun-Alun dan Kraton Yogyakarta ini sudah dikenal menjadi pusat belanja para wisatawan lokal hingga mancanegara. Dari ujung ke ujung bisa kita temui penjual makanan, baju, pernak-pernik untuk dijadikan dan masih banyak lagi. Kawasan ini tak pernah sepi pengunjung karena selalu menjadi tujuan utama ketika berlibur ke Yogyakarta.

Sayangnya, tiap tahun jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ada di kawasan Malioboro terus bertambah. Akibatnya tempat ini semakin penuh sesak dan tidak nyaman untuk pejalan kaki maupun pengendara kendaraan bermotor. Karena hal itu, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memutuskan untuk merelokasi atau memindahkan para Pedagang Kaki Lima (PKL) ke suatu tempat. Mereka akan disatukan di suatu tempat sehingga terpusat dan lebih tertata. 

Selain karena alasan tersebut, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X ingin mengembalikan lahan yang selama ini digunakan PKL kepada para pemilik toko yang ada di Malioboro. Karena memang lahan tersebut adalah hak milik toko dan juga pemerintah. Beliau juga ingin segera mewujudkan rencana kerja sama dengan UNESCO terkait kawasan Malioboro yang diusulkan sebagai warisan budaya dunia tak benda untuk progam sumbu filosofinya. Sebenarnya relokasi ini sudah direncanakan sejak 18 tahun yang lalu namun baru terealisasi sekarang.

Terdapat dua lokasi yang dijadikan tempat relokasi para PKL. Tempat relokasi tersebut dinamakan Teras Malioboro yang masih ada di sekitar kawasan Malioboro. Teras Malioboro 1 terletak di bagian selatan yaitu di bekas gedung Bioskop Indra bersebelahan dengan Mirota Batik. Sedangkan Teras Malioboro 2 berlokasi di Jalan Mataram yakni bekas kantor Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap lapak di tempat relokasi itu dibuat dengan ukuran 1,15 x 2 meter persegi yang diberi kanopi berbahan baja ringan.

Kedua lokasi tersebut sangat mudah dijangkau oleh para wisatawan karena ada di ujung bagian selatan maupun utara Malioboro. Para pengunjung yang datang dari arah selatan bisa berhenti sejenak ke Teras Malioboro 1 maupun yang  dari arah utara terutama Taman Parkir Abu Bakar Ali bisa mampir ke Teras Malioboro 2. 

Dengan penataan ini diharapkan destinasi wisata Malioboro bisa semakin enak dipandang dan tidak semrawut. Jadi para wisatawan tidak perlu khawatir berdesakan lagi ketika berkunjung ke Malioboro. Untuk para Pedagang Kaki Lima yang direkokasi, otomatis akan berstatus formal. Artinya, mereka akan difasilitasi manajemen yang lebih baik serta modern oleh pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Contohnya mulai dari perizinan, kemudahan mendapatkan permodalan, pembukuan, hingga fasilitas transaksi non tunai (cashless).

Hanya para pedagang legal atau sudah berizin yang akan direlokasi ke tempat baru. Pendataan sudah dilakukan dan terdapat kurang lebih 1800 pedagang yang sudah mengantongi izin dan kemungkinan jumlah tersebut akan terus bertambah karena banyaknya pedagang baru. Untuk penempatan lapak sendiri akan dilakukan sistem undian sesuai yang diusulkan para pedagang.

Teras Maliboro 1 maupun Teras Malioboro 2 sudah siap ditempati sejak akhir Januari lalu dan para Pedagang Kaki Lima (PKL) diberikan batas waktu sampai dengan tanggal 7 Februari 2022 untuk berpindah ke tempat relokasi. Yeti Martanti selaku Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta menghimbau agar kawasan Malioboro sudah bersih dari Pedagang Kaki Lima (PKL) tanggal 8 Februari 2022. Namun Foki Ardiyanto, Panitia Khusus relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro, menyampaikan bahwa para pedagang menginginkan relokasi ditunda hingga setelah lebaran.

Para pedagang ingin memulihkan perekonomian mereka terlebih dahulu setelah dihantam oleh pandemi Covid-19. Karena dengan adanya relokasi, sudah pasti harus memulai kembali dari nol untuk mendapatkan pelanggan sehingga tidak menutup kemungkinan justru omzet para pedagang akan menurun. 

Namun Srie Nurkyatsiwi, Kepala Dinas Koperasi dan UKM (Diskop UKM) meyakinkan agar para PKL tidak perlu khawatir karena akan ada intervensi apabila dagangan mereka menjadi tidak laku akibat direlokasi. Selain itu, para pedagang juga dimudahkan dengan biaya retribusi yang lebih ringan dan tidak akan dibebankan biaya-biaya seperti listrik yang sebelumnya harus dibayarkan. Pemerintah DIY pasti sudah memikirkan dampak yang kemungkinan akan terjadi jika dilakukan relokasi PKL.

Kabarnya tempat relokasi ini hanya untuk sementara saja sehingga hanya dibuat semi permanen. Perkiraan satu hingga tiga tahun mendatang para Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut akan disentralkan pemerintah dengan bangunan permanen.